Cari Dari Sini

Minggu, 30 Oktober 2011

mekanisme pertahanan tubuh


BAB I
Pendahuluan

Darah merupakan komponen tubuh yang sangat penting bagi tubuh. Darah sendiri terdiri dari 2 komponen yaitu sel darah dan plasma darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah, sel darah putih, dan keping-keping darah, sedangkan plasma darah merupakan cairann yang berisi kandungan nutrisi, protein, antibodi, dan sebagainya.
Sel darah merah atau eritrosit berfungsi sebagai pengedar oksigen dalam tubuh. Sel darah merah merupakan sel yang tidak memiliki inti sel (prokariotik), berbentuk bikonkaf, dan mengandung zat besi sebagai unsur yang mengikat oksigen. Sel darah putih atau leukosit  terdiri dari dua yaitu leukosit yang bergranula dan tidak bergranula. Fungsi utama leukosit adalah mempertahankan tubuh dari serangan atau kehadiran benda asing dan sel yang abnormal. Sedangkan keping-keping darah berfungsi dalam pembekuan darah atau penutupan pembuluh darah yang terbuka atau sobek.
Diantara fungsi-fungsi darah di atas, salah satu yang terpenting adalah fungsi dari leukosit yaitu mempertahankan tubuh dari serangan atau kehadiran benda asing. Kehadiran benda asing dalam tubuh dapat menyebabkan suatu penyakit ringan hingga kematian. Bayangkan jika tubuh kita tidak memiliki pertahanan, kita bisa mati dengan cepat. Pada kasus AIDS, dimana sistem pertahanan tubuh diserang oleh HIV, sehingga pertahanan tubuh menjadi lemah. Pertahan tubuh yang lemah menyebabkan kuman-kuman dapat menyerang dengan leluasa, walaupun sebenarnya kuman tersebut tidak berbahaya bagi tubuh dengan kondisi normal, tapi sangat mematikan bagi penderita AIDS. Sedangkan pada penderita kanker, sel-sel tubuh mengalami mutasi sehingga akan menyebabkan pembelahan yang tidak terkontrol. Sel semacam ini dianggap sebagai sel abnormal oleh leukosit sehingga leukosit akan berusaha menghancurkan sel atau jaringan kanker tersebut.
Tubuh hewan memiliki tiga garis pertahanan, yaitu pertama merupakan pertahanan non-spesifik eksternal, kedua adalah pertahanan non-spesifik internal, dan yang ketiga adalah pertahanan spesifik. Pertahanan non-spesifik eksternal terdiri atas jaringan epitelium yang melapisi permukaan tubuh (kulit dan mukosa) beserta sekresi yang dihasilkannya. Selanjutnya garis pertahanan kedua adalah pertahanan non-spesifik internal. Pertahanan ini dipicu oleh sinyal kimiawi dan melibatkan sel-sel fagositik dan protein antimikroba yang tanpa pandang bulu menyerang penyerang yang telah menembus rintangan tubuh bagian luar. Munculnya peradangan merupakan suatu pertanda bahwa garis pertahan kedua telah diaktifkan. Garis pertahanan ketiga adalah pertahanan spseifik atau disebut kekebalan yang hanya khusus bagi suatu antigen saja. Pertahanan spesifik atau sistem kekebalan mulai memainkan peranannya secara bersamaan dengan garis pertahanan kedua, tetapi ia merespons dengan cara yang spesifik terhadap mikroorganisme tertentu, sel-sel tubuh yang menyimpang, toksin, dan zat-zat lain yang ditandai oleh molekul asing.
Ketiga garis pertahanan tubuh ini dapat dianalogkan dengan pertahanan sebuah kota yang terkepung: pertama dinding kota, kemudian tentara biasa, dan akhirnya pejabat intelijen yang mengidentifikasi dan melacak penyelundup spesifik yang berbahaya. Respon kekebalan yang meliputi produksi protein pertahanan spesifik yang disebut antibodi, melibatkan sebuah kelompok sel darah putih yang disebut limfosit.
Jika terjadi kelainan pada sistem pertahanan tubuh seperti penyakit, cacat genetik, alergi, dan sebagainya, makan tubuh akan memperlihatkan respons yang tidak menguntungkan seperti demam, gatal-gatal, terjadi pembengkakan, dan sebagainya.
Pada makalah ini akan dibahas mengenai mekanisme pertahanan tubuh oleh sel-sel darah putih pada vertebrata, karena vertebrata telah memiliki sistem kekebalan yang sangat berkembang.
table21-3_leukocytes.jpg
BAB II
Pembahasan

A. Leukosit Dalam Pertahan Non-Spesifik
Leukosit (sel darah putih) bergerak sebagai organisme selular bebas dalam tubuh. Leukosit yang berperan dalam pertahan non-spesifik adalah sel fagositik (makrofag, neutrofi, eosinofil, dan basofil) dan sel pembunuh alami. Sel tersebut mengidentifikasikan dan membunuh patogen dengan menyerang patogen yang lebih besar melalui kontak atau dengan menelan dan lalu membunuh mikroorganisme.Sel tersebut juga merupakan mediator penting pada kativasi pertahanan spesifik.
Sel fagositik dan sel natural killer
Sel fagositik yang disebut neurtofil meliputi sekitar 60% sampai 70% dari semua sel darah putih. Sel neutrofil mendekati sel yang diserang mikroba dengan adanya sinyal kimiawi (kemotaksis). Neutrofil dapat meninggalkan peredaran darah menuju jaringan yang terinfeksi dan membunuh mikroba penyebab infeksi. Namun, setelah sel neutrofil menghancurkan mikroba, mereka pun akan mati. Masa hidup neutrofil hanya beberapa hari.
Monosit, meskipun menyusun hanya sekitar 5% dari keseluruhan leukosit, namun menyediakan pertahanan  fagositik yang lebih efektif. Monosit baru bersirkulai dalam darah hanya selama beberapa jam, kemudian bermigrasi ke dalam jaringan, dan berkembang menjadi makrofaga besar. Sel mirip Amoeba ini mampu memanjangkan pseudopodia untuk menarik mikroba yang akan dihancurkan enzim perncernaannya. Namun, beberapa mikroba telah berevolusi terhadap cara makrofag. Misalnya, beberapa bakteri memiliki kapsul yang membuat pseudopodia makrofag tidak dapat menempel. Bakteri lain kebal terhadap enzim pelisis fagosit dan bahkan dapat bereproduksi dalam sel makrofag. Beberapa makrofag secara permanen berada di organ-organ tubuh dan jaringan ikat.
Sekitar 1,5% dari semua leukosit adalah eosinofil. Sumbangan utama eosinofil pada pertahanan adalah melawan penyerang parasitik yang berukuran lebih besar, seperti cacing darah Schistosoma mansonii. Eosinofil memposisikan diri di permukaan cacing dan menyekresikan enzim dari granul untuk menghancurkan cacing tersebut. Eosinofil memiliki aktivitas fagositosit yang terbatas, namun mengandung enzim penghancur di dalam granul sitoplasmanya.
Pertahanan non-spesifik juga meliputi sel pembunuh alami (natural killer). Sel NK tidak menyerang mikroorganisme secara langsung,  mereka merusak sel tubuh yang diserang oleh virus dan juga sel-sel abnormal yang dapat membentuk tumor. Sel NK tidak bersifar fagositik, melainkan menyerang membran sel sehingga sel tersebut lisis.
Respon peradangan
Kerusakan jaringan oleh suatu cedera atau perlukaan fisik (seperti terpotong) atau oleh masuknya mikroorganisme akan memicu suatu respon peradangan terlokalisir. Gejala radang dapat berupa sakit, panas bengkak, kulit memerah dan gangguan fungsi dari daerah yang terkena radang. Bisul, bengkak, dan gatal merupakan beberapa bentuk peradangan. Pada daerah yang luka, arteriola prakapiler akan berdilatasi dan venula pascakapiler akan menyempit, sehingga meningkatnkan aliran darah lokal. Peristiwa tersebut bertanggung jawab atas pembengkakan dan warna merah yang khas pada peradangan. Kapiler yang penuh darah itu membocorkan cairan ke dalam jaringan sekitarnya, dan menyebabkan pembengkakan yang juga dikaitkan dengan peradangan.
Respons peradangan dimulai oleh adanya sinyal kimiawi. Beberapa di antara sinyal tersebut muncul dari organisme penyerang itu sendiri. Sinyal kimiawi lain seperti histamin, yang dihasilkan oleh sel-sel tubuh sebagai respons terhadap kerusakan jaringan. Histamin dihasilkan oleh sel darah putih yang beredar yang disebut basofil dan oleh sel mast yang ditemukan dalam jaringan ikat. Ketika terluka, sel-sel tersebut menghasilkan histamin, yang memicu pembesaran dan peningkatan permeabilitas kapiler di dekatnya. Leukosit dan sel-sel jaringan yang rusak itu mengeluarkan prostaglandin dan zat lain yang selanjutnya akan meningkatkan aliran darah ke tempat luka. Peningkatan aliran darah dan permeabilitas pembuluh akan membantu pengiriman unsur penggumpalan ke daerah yang terluka. Penggumpalan darah menandai permulaan proses perbaikan dan membantu menghambat penyebaran mikroba ke bagian tubuh yang lain.
Peningkatan aliran darah lokal dan permeabilitas kapiler juga meningkatkan migrasi sel-sel fagositik dari darah ke dalam jaringan yang terluka. Barangkali yang merupakan peradangan yang paling penting ( pertahanan non-spesifik) adalah fagositosis. Migrasi fagosit umumnya dimulai dalam tempo satu jam setelah perlukaan dan diperantarai oleh faktor kemotaksis yang disebut kemokin. Neutrofil adalah fagosit pertama yang tiba, diikuti oleh monosit darah, yang berkembang menjadi makrofaga besar dan aktif. Makrofaga tidak hanya mem-fagositosis patogen dan produknya, tetapi juga membersihkan sel-sel jaringan yang rusak dan sisa-sisa neutrofil yang dirusak dalam proses fagositik itu. Nanah yang menumpuk di lokasi beberapa infeksi sebagian besar terdiri atas sel-sel fagositik mati dan cairan seta protein yang bocor dari kapiler selama respons peradangan. Umumnya nanah diserap oleh tubuh dalam tempo beberapa hari
inflammation01a.jpg
Demam merupakan salah satu respons tubuh terhadap radang. Ketika demam, suhu tubuh akan naik melebihi suhu tubuh normal. Bakteri, virus, sel-sel kanker, dan sel-sel yang mati menghasilkan zat yang disebut pyrogenexogen. Zat tersebut merangsang makrofag dan monosit mengeluarkan zat pyrogen-endogen yang merangsang hipotalamus menaikkan suhu tubuh sehingga timbul perasaan dingin, menggigil, dan suhu tubuh yang meningkat. Suhu tubuh yang tinggi menguntungkan karena bakteri dan virus akan lemah sehingga mati pada suhu tinggi. Metabolisme, reaksi kimia, dan sel-sel darah putih akan lebih aktif dan cepat sehingga mempercepat penyembuhan. Namun, terdapat efek lain dari naiknya suhu tubuh ini. Sakit kepala, pusing, lesu, kejang, dan kerusakan otak permanen yang membahayakan tubuh dapat terjadi akibat naiknya suhu tubuh.


B. Pertahanan Spesifik
Sementara mikroorganisme sedang diserang oleh sel-sel fagositik, respon peradangan, dan protein antimikroba, mikroorganisme itu tanpa vias dihindarkan akan menghadapi limfosit yang merupakan sel kunci dalam sistem kekebalan atau pertahanan spesifik. Limfosit merespons terhadap kontak dengan dengan mikroba dengan cara membangkitkan respons kekebalan yang efisien dan selektif yang bekerja di seluruh tubuh untuk mengeluarkan penyerang tertentu tersebut. Ingat bahwa sel-sel sistem kekebalan merespons dengan serupa terhadap sel-sel yang dicangkokkan dan bahkan sel-sel kanker yang mereka deteksi sebagai sesuatu yang asing.
1. Limfosit
Sel pertahanan spesifik adalah tipe spesial leukosit yang disebut limfosit. Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit yang berasal dari sel punca hematopoietik pada sumsum tulang. Sel B ikut serta pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun selular.
Sel-sel B dan T tubuh bersama-sama mengenali antigen dengan jumlah yang tidak terbata, tapi masing-masing individu hanya mengenali satu jenis antigen. Ketika suatu antigen berikatan dengan sel B atau sel T, sel tersebut akan berpoliferasi atau memperbanyak diri dan membentuk klon sel-sel efektor dengan spesifitas yang sama. Klon-klon sel terbut akan menjadi sel-sel plasma dan sel-sel memori yang hanya memiliki reseptor yang spesifik untuk antigen tertentu. Sel plasma akan memproduksi antibodi, sedangkan sel-sel memori akan bertugas menangkap antigen tersebut.
Perbanyakan dan diferensiasi secara selektif yang terjadi saat pertama kali terpapar ke suatu antigen disebut sebagai respon kekebalan primer. Dalam respon kekebalan primer, sejak pemaparan awal antigen diperlukan waktu sekitar 10-17 hari bagi limfosit terseleksi untuk membangkitkan respons sel efektor yang maksimum yang menghasilkan sel-sel memori dan sel plasma. Jika individu tersebut terpapar lagi ke antigen yang sama beberapa waktu kemudian, respons akan menjadi lebih cepat dengan besaran respons yang lebih hebat dan lebih lama. Inilah yang disebut respon kekebalan sekunder.

 
Semua limfosit awal nampak serupa, tetapi kemudian akan berkembang menjadi sel T dan sel B, tergantung dimana mereka melanjutkan proses pematangannya. Limfosit yang bermigrasi dari sumsum tulang ke timus berkembang menjadi sel T (T = tymus) Limfosit yang tetap berada dalam sumsum tulang dan meneruskan pematangannya di sana akan menjadi sel B (B = bone marrow/bursa).
immune-duality.jpg
Sementara sel B dan sel T mengalami pematangan dalan sumsum tulang dan tymus, reseptor antigennya diuji untuk potensi reaktivitas “diri sendiri”. Umunya, limfosit yang mengandung reseptor yang spesifik untuk molekul yang telah ada dalam tubuh bisa dibuat tidak fungsional atau dirusak oleh kematian sel yang terprogram (apoptosis), sehingga yang tersisa hanya limfosit yang bereaksi dengan molekul asing. Kemampuan untuk membedakan diri sendiri dari yang bukan diri sendiri terus berkembang bahkan ketika sel itu bermigrasi ke organ linfatik. Dengan demikian, tubuh secara normal tidak mempunya limfosit yang beraksi dengan komponen diri sendiri (toleransi terhadap diri sendiri). Kegagalan membangkitkan sifat toleransi siri sendiri ini dapat mengakibatkanpenyakit autoimun seperti multiple sclerosis.
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali target spesifik. Sel T mengenali target bukan diri sendiri, seperti patogen, hanya setelah antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disampaikan pada kombinasi dengan reseptor "sendiri" yang disebut molekul major histocompatibility complex (MHC) dalam lekukan berbentuk ayunan. Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T killer dan sel T helper. Sel T killer hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas I MHC, sementara sel T helper hanya mengenali antigen dirangkaikan pada molekul kelas II MHC. Molekul MHC kelasi I ditemukan pada semua sel bernukelus (hampir semua sel tubuh), sedangkan molekuk MHC kelas II ditemukan hanya pada sel khusus yang meliputi makrofaga, sel B, sel T yang telah diaktifkan, dan sel-sel yang menyusun yang menyusun bagian interior timus. Dua mekanisme penyampaian antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T. Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T γδ yang mengenali antigen yang tidak melekat pada reseptor MHC.
Di dalam sebuah spesies terdapat ratusan kemungkinan alel yang berbeda untuk masing-masing gen MHC kelas I dan kelas II. Jumlah molekul MHC yang berbeda begitu besar itu menandakan bahwa diantara manusia, misalnya sangat tidak memungkinkan bahwa dua orang yang berbeda, kecuali kembar identik akan mempunya kumpulan molekul MHC yang persis sama. Dengan demikian, MHC merupakan suatu sidik jari biokimiawi yang dapat dikatakan unik bagi setiap individu.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel B dan mengenali semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua antibodi yang dapat diproduksi oleh tubuh.
2. Respon Kekebalan
Sistem kekebalan dapat meghasilkan dua jenis respons rerhadap antigen yaitu respons humoral dan respon yang diperantarai oleh sel. Kekebalan humoral melibatkan aktivasi sel B dan diikuti oleh produksi antibody yang beredar di dalam tubuh. Kekebalan yang diperantarai sel bergantung pada sel T.
Antibody yang beredar sebagai respons humoral terutama bekerja melawan bakteri bebas, toksin, dan virus yang ada dalam cairan tubuh. Sebaliknya sel-sel T yang merupakan bagian dari respon yang diperanratai sel secara aktif melawan bakteri dan virus yang berada di dalam sel tubuh yang terinfeksi, juga melawan fungi, protozoa dan cacing parasit.
Hubungan kekebalan humoral dan kekebalan yang diperantarai sel
Kedua jenis kekebalan ini dihubungkan dengan fungsi dari limfosit T helper. Limfosit T (sel T) helper mengenali antigen yang disajikan oleh makrofaga dan sel B (Antigen-presenting-cell/APC), karena hanya sel ini yang dapat menyintesis molekul MHC kelas II yang hanya dapat dikenali oleh sel T helper.
Sebuah makrofaga menelan dan merusak bakteri mengandung fragmen kecil protein bakteri. Sementara molekul MHC kelas II yang baru disintesis bergerak menuju permukaan makrofag, molekul itu menangkap salah satu diantara peptide bakteri itu dalam lekukan pengikat antigennya dan membawanya ke permukaan, sehingga memperlihatkan peptide asing itu ke sel T helper. Inertaksi antara sel penyaji antigen dangan sel T helper semakin meningkat dengan kehadiran protein permukaan sel T yang disebut CD4.
Ketika sel T helper diseleksi melalui kontak spesifik dengan kompleks MHC kelas II dan antigen pada sebuah sel penyaji antigen, sel T helper akan memperbanyak diri dan berdiferensisasi menjadi klon sel T helper yang diaktifkan dan sel T helper memori. Sel T helper yang diaktifkan akan mensekresikan beberapa sitokin yang berbeda, yang merupakan protein atau peptida yang berfungsi untuk merangsang limfosit lainnya. Sebagai contoh, sitokin interleukin-2 (IL-2), membantu sel B yang telah mengadakan kontak dengan antigen untuk berdiferensiasi menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. IL-2 juga membantu sel T killer untuk menjadi pembunuh yang aktif.
705px-Lymphocyte_activation.svg.png
            Sel T helper itu sendiri patuh pada pengaturan oleh sitokin. Sementara makrofaga memfagositosis dan menyajikan antigen, makrofaga itu dirangsang untuk mensekresi suatu sitokin yang disebut interleukin-1 (IL-1). IL-1, dalam kombinasi dengan antigen yang disajikan, mengaktifkan sel T helper untuk menghasilkan IL-2 dan sitokin lain.

Kekebalan yang diperantarai sel
            Sel T killer adalah sub-grup dari sel T yang membunuh sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan mematikan patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang berbeda.
            Sementara molekul MHC kelas I yang beru disintesis itu bergerak menuju permukaan sel, molekul itu menangkap fragmen kecil dari salah satu protein lain yang disintesis sel tersebut. Jika sel tersebut ternyata mengandung virus yang bereplikasi, fragmen peptida protein virus itu ditangkap dan diangkut ke permukaan sel. Dengan cara ini, molekul MHC kelas I memaparkan protein asing, yang disintesis dalam sel terinfeksi atau sel abnormal, ke sel T killer. Interaksi ini semakin meningkat dengan adanya protein khusus pada permukaan sel T killer yaitu CD8. Sebuah sel T killer yang telah diaktifkan oleh interaksi antara sel terinfeksi atau sel tumor, dan dirangsang lebih lanjut oleh IL-2 sari sel T helper, berdiferensiasi menjadi sel pembunuh yang aktif. Sel ini membunuh sel target dengan cara pembebasan perforin, yaitu protein yang membentuk pori atau lubang pada membran sel target. Lubang tersebut menyebabkan lisisnya sel target, sehingga menghilangkan tempat bagi patogen untuk bereproduksi



Kekebalan humoral
Dalam respon humoral, sel B membuat antibodi yang melawan patogen ekstraseluler.
Respons kekebalan humoral diawali ketika sel sel B yang mengandung reseptor antigen terseleksi oleh antigen spesifik. Aktivasi sel B juga dibantu oleh IL-2 dan sitokin lain yang disekresikan oleh sel T helper yang diaktifkanoleh antigen yang sama. Dirangsang oleh antigen dan sitokin, sel B memperbanyak diri (berpoliferasi) dan berdiferensisasi menjadi klon sel plasma yang mensekresikan antibodi dan klon sel B memori yang berumur panjang. Ntigen yang memicu jenis respon sel b ini dikenal sebagai antigen yang bergantung pada sel T, karena dapat merangsangproduksi antibodi hanya dengan bantuan dari sel T helper.
Antigen lain seperti polisakarida dan protein dengan banyak polipeptida identik, berfungsi sebagai antigen yang tidak bergantung pada sel T. Antigen jenis ini mencakup polisakarida-polisakarida dari banyak kapsul bakteri dan protein-protein yang menyusun flagel bakteri. Ternyata, subunit berulang antigen ini berikatan secara simultan dengan sejumlah antibodi membran pada permukaan sel B. Hal ini membangkitkan sel plasma yang mensekresikan antibodi tanpa bantuan IL-2. Respon terhadap antigen yang tidak bergantung pada sel T ini sangat penting dalam melawan banyak bakteri, akan tetapi  respon itu umumnya lebih lemah dibandingkan dengan respon terhadap antigen yang bergantung pada sel T, dan tidak ada sel memori yang dihasilkan dalam respon yang tidak bergantung pada sel T ini.
Ketika antigen pertama kali berikatan dengan antibodi membran, sel B akan menghancurkan beberapa dari molekul asing itu melalui endositosis yang diperantarai reseptor. Dalam sebuah proses yang sangat mirip dengan penyajian dalam makrofaga, sel B menyajikan antigen ke sel T helper. Akan tetapi meskipun makrofaga dapat menelan dan menyajikan fragmen peptida dari berbagai variasi antigen, sel B membawa dan hanya menyajikan peptida antigen yang terikat padanya secara spesifik. Proses tersebut merangsang berbagai sel B yang lain, dimana masing-masing sel menjadi suatu klon yang terdiri dari ribuan sel-sel plasma. Masing-masing sel plasma ditaksir dapat mensekresi sekitar 200 molekuk antibodi perdetik selama 4 sampai 5 hari masa hidup sel tersebut.
Struktur dan fungsi antibodi
Antibodi berikatan dengan suatu bagian dari antigen yang disebut epitop. Sebuah antigen tunggal, seperti permukaan bakteri umumnya memiliki beberapa epitop efektif, yang masing-masing mampu menginduksi produksi antibodi spesifik. Dengan demikian, mudah untuk membayangkan keseluruhan bakteri ditutupi oleh antibodi yang berbeda yang masing-masing spesifik untuk satu jenis protein atau epitop polisakarida tertentu saja.
Antigen_Antibody.gif
Antibodi terdiri dari sekelompok protein serum globuler yang disebut sebagai imunoglobulin (Ig). Sebuah molekul antibodi umumnya memilik dua tempat pengikatan yang identik dan spesifik untuk epiro yang menyebabkan produksi antibodi tersebut. Masing-masing molekul terdiri atas 4 rantai polipeptida, yaitu dua rantai berat dan dua rantai ringan yang identik, yang dihubungkan dengan jembatan sulfidauntuk membentuk suatu molekul berbentuk Y. Terdapat 5 jenis utama antibodi berdasarkan daerah konstanta rantai berat yaitu IgM, IgG, IgA, IgD, dan IgE.
antibody_stabilization.jpg struktur antibodi
79926-1412901-1948753-2020823tn.jpg  immunoglobulins.jpg
Antibodi bekerja dengan cara :
1. Netralisasi, yaitu dengan cara menghalangi tempat pengikatan virus, bakteri, dan/atau opsonisasi. Opsonisasi adalah suatu proses yang meningkatkan pertautan makrofaga ke mikroba.
2. Aglutinasi, yaitu menggumpalkan mikroba dengan cara mengikat beberapa mikroba scara bersamaan.
3. Prespitasi (pengendapan), yaitu pengikatan silang molekul-molekul antigen yang terlarut—molekul terlarut dalam cairan tubuh—untuk membentuk endapan atau presipitat yang lalu dikeluarkan dan dibuang oleh fagositosis.
4. fiksasi komplemen, yaitu proses yang memicu lisisnya mikroba.
nri1000-f1.gif
C. Kelainan pada pertahanan tubuh
1. Penyakit dimana terdapat kadar antibodi yang rendah
    - Common variable immunodeficiency
    - Kekurangan antibodi selektif (misalnya kekurangan IgA)
    - Hipogammaglobulinemia sementara pada bayi
    - Agammaglobulinemia X-linked

2. Penyakit dimana terjadi gangguan fungsi sel darah putih
* Kelainan pada limfosit T
    - Kandidiasis mukokutaneus kronis
    - Anomali DiGeorge
* Kelainan pada limfosit T dan limfosit B
    - Ataksia-teleangiektasia
    - Penyakit imunodefisiensi gabungan yang berat
    - Sindroma Wiskott-Aldrich
    - Sindroma limfoproliferatif X-linked
3. Penyakit dimana terjadi kelainan pada fungsi pembunuh dari sel darah putih
    - Sindroma Chediak-Higashi
    - Penyakit granulomatosa kronis
    - Kekurangan leukosit glukosa-6-fosfatas dehidrogenasi
    - Kekurangan mieloperoksidase
4. Penyakit dimana terdapat kelainan pergerakan sel darah putih
    - Hiperimmunoglobulinemia E
    - Kelainan perlekatan leukosit

PENYEBAB
·         Immunodefisiensi bisa timbul sejak seseorang dilahirkan (immunodefisiensi kongenital) atau bisa muncul di kemudian hari.
·         Immunodefisiensi kongenital biasanya diturunkan. Terdapat lebih dari 70 macam penyakit immunodefisiensi yang sifatnya diturunkan (herediter).
·         Pada beberapa penyakit, jumlah sel darah putihnya menurun; pada penyakit lainnya, jumlah sel darah putih adalah normal tetapi fungsinya mengalami gangguan. Pada sebagian penyakit lainnya, tidak terjadi kelainan pada sel darah putih, tetapi komponen sistem kekebalan lainnya mengalami kelainan atau hilang.
·         Immunodefisiensi yang didapat biasanya terjadi akibat suatu penyakit. Immunodefisiensi yang didapat lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan immunodefisiensi kongenital.
·         Beberapa penyakit hanya menyebabkan gangguan sistem kekebalan yang ringan, sedangkan penyakit lainnya menghancurkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.
·         Pada infeksi HIV yang menyebabkan AIDS, virus menyerang dan menghancurkan sel darah putih yang dalam keadaan normal melawan infeksi virus dan jamur.
·         Berbagai keadaan bisa mempengaruhi sistem kekebalan.
·         Pada kenyataannya, hampir setiap penyakit serius menahun menyebabkan gangguan pada sistem kekebalan.
·         Orang yang memiliki kelainan limpa seringkali mengalami immunodefisiensi. Limpa tidak saja membantu menjerat dan menghancurkan bakteri dan organisme infeksius lainnya yang masuk ke dalam peredaran darah, tetapi juga merupakan salah satu tempat pembentukan antibodi.
·         Jika limpa diangkat atau mengalami kerusakan akibat penyakit (misalnya penyakit sel sabit), maka bisa terjadi gangguan sistem kekebalan.
·         Jika tidak memiliki limpa, seseorang (terutama bayi) akan sangat peka terhadai infeksi bakteri tertentu (misalnya Haemophilus influenzae, Escherichia coli dan Streptococcus). Selain vaksin yang biasa diberikan kepada anak-anak, seorang anak yang tidak memiliki limpa harus mendapatkan vaksin pneumokokus dan meningokokus.
·         Anak kecil yang tidak memiliki limpa harus terus menerus mengkonsumsi antibiotik selama 5 tahun pertama. Semua orang yang tidak memiliki limpa, harus segera mengkonsumsi antibiotik begitu ada demam sebagai pertanda awal infeksi.
·         Malnutrisi (kurang gizi) juga bisa secara serius menyebabkan gangguan sistem kekebalan.
·         Jika malnutrisi menyebabkan berat badan kurang dari 80% berat badan ideal, maka biasanya akan terjadi gangguan sistem kekebalan yang ringan.
·         Jika berat badan turun sampai kurang dari 70% berat badan ideal, maka biasanya terjadi gangguan sistem kekebalan yang berat.
·         Infeksi (yang sering terjadi pada penderita kelainan sistem kekebalan) akan mengurangi nafsu makand an meningkatkan kebutuhan metabolisme tubuh, sehingga semakin memperburuk keadaan malnutrisi.
·         Beratnya gangguan sistem kekebalan tergantung kepada beratnya dan lamanya malnutrisi dan ada atau tidak adanya penyakit. Jika malnutrisi berhasil diatasi, maka sistem kekebalan segera akan kembali normal.
Beberapa penyebab dari immunodefisiensi yang didapat:
1. Penyakit keturunan dan kelainan metabolisme

    - Diabetes
    - Sindroma Down
    - Gagal ginjal
    - Malnutrisi
    - Penyakit sel sabit

2. Bahan kimia dan pengobatan yang menekan sistem kekebalan

    - Kemoterapi kanker
    - Kortikosteroid
    - Obat immunosupresan
    - Terapi penyinaran

3. Infeksi

    - Cacar air
    - Infeksi sitomegalovirus
    - Campak Jerman (rubella kongenital)
    - Infeksi HIV (AIDS)
    - Mononukleosis infeksiosa
    - Infeksi bakteri yang berat
    - Infeksi jamur yang berat
    - Tuberkulosis yang berat

4. Penyakit darah dan kanker

    - Agranulositosis
    - Semua jenis kanker
    - Anemia aplastik
    - Histiositosis
    - Leukemia
    - Limfoma

5. Pembedahan dan trauma
    - Luka bakar
    - Pengangkatan limpa
6. Lain-lain

    - Sirosis karena alkohol
    - Hepatitis kronis
    - Penuaan yang normal
    - Sarkoidosis
    - Lupus eritematosus sistemik.


















Bab III
Penutup

A. Kesimpulan
       Salah satu fungsi darah yang terpenting adalah pertahanan tubuh. Pertahanan tubuh dilakukan oleh sel-sel darah putih yaitu monosit, limfosit, bsofil, neutorfil, dan eosinofil, yang masing-masing memiliki fungsi yang berbeda dalam pertahanan tubuh.
       Pertahanan tubuh ada dua yaitu pertahahanan tubuh non-spesifik dan pertahanan tubuh spesifik. Pertahanan tubuh non-spesifik ialah pertahanan tubuh yang tidak membeda-bedakan antigen atau benda asing yang masuk. Semua antigen dianggap sama oleh tubuh. Pertahanan spesifik atau biasa disebut juga sistem imun ialah pertahanan yang mengkhususkan satu antigen saja, jadi tiap antigen hanya dikenali oleh satu sel.
       Pertahanan non-spesifik melibatkan leukosit jenis monosit, neutrofil, eosinofi, dan basofil. Pada pertahanan ini, proses fagositosis dan peradangan menjadi hal utama. Pertahanan spesifik melibatkan leukosit jenis limfosit. Pada pertahanan ini proses pengenalan antigen, produksi antibodi, dan menghancurkan sel terinfeksi merupakan hal utama. Namun kedua jenis pertahanan ini tidaklah bekerja sendiri-sendiri, melainkan mereka saling bekerja sama untuk menghancurkan antigen atau benda asing yang masuk ke tubuh.
       Terdapat berbagai macam kelainan pada pertahanan tubuh. Penyebabnya bisa berasal dari genetik, infeksi, obat-obatan, terapi, trauma, operasi, dan lain-lain. Kelainan ini ada yang bersifat ringan hingga dapat menyebabkan kematian.